Kamis, 06 Desember 2012

PERIODE PENAKLUKAN ASYUR SAMPAI DENGAN MASA YOSIA



PERIODE PENAKLUKAN ASYUR SAMPAI DENGAN MASA  YOSIA
Israel Utara dihancurkan oleh Asyur
 Banyak raja ingin berkuasa setelah terpecahnya kerajaan Israel, lima dari raja Israel yang terakhir, tiga orang mati dibunuh. Israel diperintah oleh Dinasti Yehu hampir selama satu abad pada tahun 842-745 SM. Setelah kematian Yerobeam II pada tahun 746 SM kerajaan Israel mengalami kemunduran yang hebat. Dinasti Yehu digantikan oleh anaknya yan bernama Zakaria. Tetapi, Zakaria dibunuh oleh Shallum, kemudian Shallumlah yang memerintah Israel.
Namun Shallum memerintah hanya satu bulan, kemudian ia dibunuh oleh Menahem. Sehingga Israel benar-benar mengalami kekacauan total, baik dalam politik, sosial maupun agama. Oleh karena keadaan itu, yang menjadi latar belakang nabi Hosea.[1] Kemunduran Israel juga berketepatan dengan kembalinya Assyria ke Syria dan Palestina. Assyria datang dengan semangat dan strategi baru.
Strategi baru tersebut adalah Assyria bukan hanya sekedar menakhlukkan negara-negara kecil, melainkan akan menduduki negara yang ditakhlukkannya dengan cara bertempat tinggal tetap. Yang mempunyai strategi baru itu adalah raja Tiglat-Pileser III. Pada masa pemerintahan Menahem pada tahun 745-738 SM, Tiglat-Pileser III menyerbu Syria dan kota-kota pantai Funisia. Serta menggabungkan beberapa wilayah takhlukkannya dibawah pemerintahannya. Menahem dapat luput dari serbuan Tiglat-Pileser III karena ia membayar upeti kepada Asyria. Meskipun seperti itu, kekuasaan Assyria tetap diakui dan akan dilestarikan oleh Tiglat-Pileser III.
Batas kerajaan Assyria dibuat sangat dekat dengan Israel, sehigga Assyria bisa langsung mengawasi segala gerak-gerik Israel. Assyria tidak akan membiarkan hal-hal yang dapat mengurangi kesetiaan Israel kepada Assyria. Meskipun demikian, harapan Israel untuk menahan kekuasaan Assyria belum hilang. Jadi dapat dikatakan, Israel mempunyai harapan untuk menguasai Assyria. Tetapi, Assyrialah yang menguasai Israel.
Beberapa tahun kemudian, Menahem mempunyai seorang pengganti yang bernama Pekah dan membentuk suatu front anti Assyria bersama Rezin, raja Syria. Raja Yotam dari Yehuda diundang juga untuk bergabung dan memperkuat front yang telah dibentuk oleh Pekah dan Rezin. Namun, Yotam menolak sehingga Pekah dan Rezin bertindak memaksa Yotam untuk bergabung dalam front tersebut. Sementara itu, Yotam  telah diganti oleh anaknya, Ahaz. Sehingga Ahazlah yang menghadapi serangan serempak dari Israel dan Syria.
Bersama dengan keadaan itu, Edom di selatan mulai memberontak terhadap Yehuda. Oleh karena itu, Ahaz benar-benar dalam keadaan terjepit. Saat itu, nabi Yesaya yang memperingatkan Ahaz agar tidak meminta bantuan kepada raja-raja lain. Meskipun Ahaz menghadapi keadaan yang sulit, Yesaya menyarankan Ahaz agar meminta pertolongan kepada Allah saja. Tetapi Ahaz tidak memperdulikan peringatan itu, melainkan ia meminta bantuan kepada Assyria.[2]
Pertolongan dari Assyria memang datang dan Yehuda yang dibawah pemerintahan Ahaz benar-benar terhindar dari tekanan Israel, Syria dan Edom. Namun tindakan Ahaz itu ternyata adalah penyerahan diri kepada kepada Assyria. Atas permintaan Ahaz, maka Tiglat-Pileser III menyerang Damaskus atau Syria dan Israel. Syria dibinasakan pada tahun 732 SM dan sebagian besar wilayah Israel dikuasai langsung oleh Assyria. Antara konsekuensi Kebijakan Ahaz tidak paling-derajat relatif domain agama.
Dalam kebijakan Timur pengajuan biasanya dilakukan dengan pengakuan dewa tertinggi, tidak, tentu saja, menggantikan agama-agama asli, tapi tinggal bersama mereka. Ini mungkin menjelaskan inovasi bahwa Ajaz memasuki Bait Allah di Yerusalem. Kita diberitahu bahwa ia dipaksa untuk muncul sebelum Tiglath-pileser di ibukota provinsi baru Damaskus untuk taat dan tampaknya, untuk membayar upeti kepada dewa Asyur di altar.[3] Pada saat itu, raja Pekah dibunuh oleh Hosea (bukan Nabi Hosea). Sehingga Hosealah yang menjadi raja dan menyerahkan diri kepada Assyria.

Sargon II  (722-705 SM)
Assyria mengizinkan Hosea memerintah wilayah yang tersisa dengan kedudukan sebagai vasal. Israel masih melanjutkan politiknya yang membahayakan. Beberapa tahun setelah Hosea menjadi vassal di Assyria ada pergantian raja. Shalmaneser V naik tahtah utnuk menggantikan raja di Assyria, yaitu Tiglat-Pileser III. Setelah Shalmaneser V memerintah pada tahun 727-722, Hosea di Israel menghentikan pemberian upetinya pada Assyria.
Hosea membuat perjanjian dengan ‘So raja Mesir’. Seluruh kerajaan Mesir pada saat itu mengalami kekacauan yang bersifat anarkis, dan So merupakan salah satu dari orang-orang kuat Mesir yang berhasil menguasai sebagian dari wilayah Mesir. Perjanjian seperti itu sangat tidak berarti bagi Assyria yang begitu kuat. Raja Shalmaneser bergerak dan pada tahun 724 SM, kota Samaria yang Ibukotanya Israel dikepungnya.[4]
Ketika pagar itu sudah maju, Shalmaneser meninggal dan Sargon II pada tahun 722-705 S.M. mencengkeram kota dibawah  pemerintahan Sargon I. Samaria juga mengalami kejatuhan. Sargon dengan melanjutkan kebiijaksanaan Tiglat-Pileser dahulu. Maka Sargon pun memindahkan orang-orang yang ditaklukkanya ke negara lain. Termasuk orang-orang Israel dibuang ke negara-negara lain dan orang-orang lain ditempatkannya di Israel. Kita tidak tahu nasib Samaria. Selama tahun orang-orang yang menetap di sana telah dideportasi ke Babel, Hamat, dan di tempat lain. Asing ini membawa kebiasaan mereka sendiri dan agama dan, dibawa ke sana bersama dengan kemudian dicampur dengan penduduk Yahudi yang masih hidup. Kemudian menemukan keturunan di Samaria.
Kerajaan Yehuda
            Setelah hancurnya Israel, kerajaan Yehuda pun berdiri sendiri. Kuasa Assyria mencekam seluruh wilayah kecil yang ada di sekitar Kanaan. Pada saat itu, kebijaksanaan yang dilaksanakan oleh kerajaan Yahuda bersifat pasang surut. Namun, politik luar negeri Yehuda selalu berhubungan erat dengan kebijaksanaan keagamaannya. Kuasa politik Assyria memberlakukan penyembahan dewa-dewa Assyria disamping penyembahan kepada Yahwe.
            Oleh karena itu, merosotlah kehidupan moral dan keadilan sosial di kerajaan Yehuda. Yehuda memberontak Assyria dengan kesekian kalinya, pemberontakan selalu disertai adanya kebanggaan nasional yang pada gilirannya menjurus ke pembaharuan  keagaamaan serta memperlakukan keadilan social yang lebih nyata dan merata. Raja Ahaz meminta perlindungan kepada Assyria dan menyatakan kesetiaannya kepada raja Assyria sepanjang hidupnya. Sehingga, konsekuensinya, Raja Ahaz dipaksa untuk membawa praktek-praktek agama Assyria kedalam Bait Allah kedalam Yerusalem. Pada tahun 715-687, raja Ahaz digantikan oleh anaknya yang bernama Hizkia. Raja Hizkia dapat melihat adanya tanda-tanda kemunduran kerajaan Assyria.[5]
Reformasi Hizkia dan Sanherib
            Dari runtuhnya kerajaan Israel tidak hilang dari ingatan Hiskia yang menjadi raja pada waktu bersamaan dengan Ahas, kira-kira pada tahun 729 SM atas dorongan nabi Yesaya kepada nabi Hizkia untuk mengupayakan dua hal yang patut dihargai. Dua hal upaya yang disarankan oleh nabi Yesaya adalah:
1.      Mematahkan dominasi Asyur di barat
2.      Membersihkan agama Yehuda dengna menghapuskan mezbah serta kuil-kuil Kanaan dan Mesir.
Kedua tugas ini saling berhubungan.[6]
Pertentangan Asyur dengan Negara-negara tetangga disebelah utara khususnya Armenia (Urartu) membuat Sargon tetap sibuk dalam negeri. Selama hamper satu dasawarsa yaitu pada tahun 720-711. Pada saat itu Mesir harus menghadapi serbuan Nubia dibawah pimpinan Piankhi yang mendominasi lembah Nil serta membangun Dinasti XXVdari Nubia. Oleh karena itu, Hizkia memanfaatkan keadaan itu.
Untuk melepaskan diri dari Niniwe dan menunggu saat yang tepat untuk memberontak. Hizkia memberontak kepada raja Asyur dan tidak takluk lagi kepadanya. Ketika Hizkia bergabung dengan Asdod, kota Filistin dan kerajaan Edom serta Moab utuk memberontak terhadap Sargon dari Asyur. Dinasti Nubia dari Mesir memberikan janji untuk memberikan pertolongan. Akan tetapi, pemerintahan mereka sendiri masih belum kokoh.
Sargon dengan mudah memadamkan pemberontakan yang dilakukan dengan Hizkia dan menunjuk seorang gubernur Asyur di Asdod. Pemberontakan Hizkia pecah ketika Sargon meninggal pada tahun 705 SM dan Sanherib, putranya naik takhtah. Peralihan kekuasaan itu memberikan kesempatan baik bagi bangsa-bangsa takhlukan untuk membebaskan diri.
            Hizkia tidak  hanya sendiri dalam keinginan untuk memberontak. Oleh karena itu nabi Yesaya menjadi khawatir sebab ia sadar bahwa masalah-masalah Yehuda tidak dapat diselesaikan dengan memberontak terhadap Asyur. Apabila Hizkia memberontak terhdap Asyur, berarti Hizkia kalah dalam 2 segi, yaitu:
1.      Yehuda akan menghadapi penyerbuan Asyur
2.      Kepercayaan kepada Tuhan akan dikompromikan lagi dengan pengarus mesir dan sekutu-sekutu lainnya yang menyembah berhala.
Dari Merodakh-Baladan datang ke Yerusalem yang dilatarbelakangi dengan alasan Hizkia. Oleh karena kedatangan tersebut HIzkia membuat sekutu yang gigih untuk menentang Sanherib. Pada waktu Hizkia menunjukkan kekayaan kerajaannya serta persediaan dan peralatan militernya kepada Babel yang telah lama tunduk kepada Hizkia. Nabi Yesaya pun menggunakan kesempatan itu untuk menyampaikan nubuat yang dahsyat. [7]Nubuat Yesaya adalah persekutuan Hizkia dengan Babel akan menjadi jebakan yang menangkap pemburu dan bukan menangkap burung yang dicarinya. Arti dari nubuat itu adalah ketrunan Hizkia yang akan menjadi orang pertama masuk ke dalam jeratan itu. Satu abad kemudian, nubuat Yesaya menjadi kenyataan.
 Pada saat tentara Babel memerangi Yehuda dan Negara-negara tetangganya sebanyak tiga kali. Akibat dari serangan tersebut tembok-tembok Yerusalem runtuh dan pemeritahan anak-anak Hizkia berakhir secara menyedihkan. Sikap Hizkia menentang terhadap nabi Yesaya. Hizkia tidak luput dari perhatian Sanherib yang memperkuat sumber daya Negaranya untuk bergerak memerangi musuh-musuhnya. Pada tahun 703 Hizkia berhasil mengalahkan Merodakh-Baladan dan mengangkat seorang putera Asyur atas tahtah Babel. Setelah itu Hiskia bergerak kearah barat, menindas pemberontakan pantai Tirus, Yope dan Askelon. Didekat Ekron Hizkia mengalahkan tentara Mesir.
            Kemudian Sanherib berpaling ke Yehuda oleh karena itu rasa khawatir Yesaya semakin kuat akan datangnya bencana. Pada tahun ke 14 pada zaman Raja Hizkia, sanherib sebagai raja Asyur menyerang semua kota berkubu negeri Yehuda kemudian merebutnya.
Oleh karena itu, raja Hizkia segera membentuk koalisi dengan negara-negara kecil tetangganya dan berusaha membebaskan diri dari cengkraman Assyria. Raja Ahaz pun memulai mengadakan reformasi agama, yaitu membersihkan bait-bait Allah dari semua macam penyembahan asing. Namun pemberontakan Hizkia segera dipadamkan oleh raja Sanherib dari Assyria. Raja Hizkia mati dan masa penindasan Assyria terhadap Yehuda semakin hebat. Penindasan Assyria terhadap Yehuda berlangsung selama 47 tahun.
Antara kematian Hizkia dan kejatuhan terakhir Yerusalem di bawah Babel pada tahun 687-587. Jarang suatu bangsa mengalami begitu banyak hal yang dramatis dan perubahan keberuntungan dalam waktu sesingkat itu. Sanherib dibunuh oleh beberapa anak-anak mereka dan digantikan oleh Esarhaddon (681-699), sebuah anak muda, yang ternyata penguasa yang sangat kuat.[8]


Pemerintahan Manasye
Pada saat itu, kerajaan Assyria bernama Essarhadon pada tahun 681-689 dan raja Asyurbanipal pada tahun 669-631. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa saat berlangsungnya masa penindasan Assyria terhadap Yehuda, ada 2 raja yang memerintah di kerajaan Assyria. Yehuda di tengah ketujuh abad, seperti yang telah kita katakan, Hizkia perjuangan kemerdekaan telah gagal. Kemungkinan bahwa hanya kematiannya menyelamatkannya dari pembalasan dari Seuaqucrib parah. Putranya Manasye, yang naik tahta sebagai seorang anak laki-laki, meninggalkan perlawanan dan menyatakan pengikut setia Asyur.[9]
Pada tahun 687-642, Yehuda diperintah oleh anak Hizkia yang bernama Manasye. Secara manusiawi, Manasye saja tidak punya pilihan. Pada kuartal kedua abad ketujuh kerajaan Asyur mencapai dimensi terbesar, dan karena telah menolak telah sia-sia dan bunuh diri. Raja Yehuda ini (Manasye) merupalkan raja yang paling lama memerintah. Pemerintahanya mencapai 50 tahun yaitu pada tahun 696-642 S.M. manasye dapat dikatakan bersikap tolak belakang terhadap Hiskia. Dimna Hiskia menentang Asyur akan tetapi Manasyeb malah bekerjasama dengan Asyur. Manasye kembali membuat bukit pengorbanan, oleh Salomo. Manasye juga pernah mengurbankan anaknya sendiri. Hal itu menentang agama yang telah direformasikan oleh hizkia ayahnya. Ada dua hal tindakana yang mengerikan pada saat pemerintahan Manasye yaitu:
* Manasye menyesatkan bangsanya sehingga mereka melakukan ha yang lebih jahat lagi dari pada  bangsa-bangsa yang telah dipunahkan oleh Allah  
* Manasye mencurahkan darah orang yang tidak berdosa yang begitu banyakn jumlahnya hingga dipenuhinya Yerusalem dari ujung ke ujung.[10]
Tindakan manasye ini membuat dia harus berselisish dengan para nabi. Kemudian Manasye digantikan oleh cucu Hizkia yang bernama Amon dan Amon memerintah selama 2 tahun, pada tahun 642-640.[11] Pemerintahan Amon ini berlangsung sangat pendek dan tragis. Amon  khsusnya dikecam karena penyembahan berhala.[12]
Pada saat itulah, Assyria menjajajah Yehuda, sehingga Amonlah yang menanggung beban penjajahan Assyria. Oleh karena keadaan seperti itu, agama Israel pun sangat buruk.
Bukan hanya Israel yang mengalami penindasan, kerajaan Yehuda juga. Tetapi perbedaan dari penindasan tersebut adalah Yehuda ditindas oleh raja-rajanya sendiri. Penindasan yang dialami oleh Yehuda sama hebatnya kalau Yehuda diperintah langsung oleh penguasa Assyria. Kemudian raja Amon digantikan anaknya yang bernama Yosia. [13]


Pemerintahan Yosia
Pada tahun 640-609  Yosia memerintah Yehuda. Yosia memerintah selama 31 tahun. Pemerintahan Yosia sangat berbeda dari pemerintahan raja Amon dan Manasye.
Pemerintahan Yosia menyerupai pemerintahan kakeknya dahulu, yaitu Hizkia. Pemerintahan Yosia sangat menekankan kemerdekaan dan kebebasan politik Yehuda seperti yang dilakukan oleh Hizkia, kakeknya. Penekanan yang dilakukan oleh Yosia itu benar-benar menjadi kenyataan Mesir.
Raja Asyurbanipal Yang Terakhir Meninggal
Pada tahun 631 SM, raja Assyria yang bernama Asyurbanipal meninggal. Dimana Assyria memerintah pada tahun 669-631 SM. Oleh karena raja Assyria meninggal dominasi Assyria yang cukup lama itu pun berakhir. Ada 2 raja pengganti raja Asyurbanipal tetapi tidak memiliki kemampuan dan kecakapan seperti raja-raja yang terdahulu. Oleh karena itu, tidak dapat lagi dielakkan keruntuhan Assyria.
Ada 2 kota utama Assyria, yaitu Asyur dan Niniwe. Dua kota utama itu jatuh ke tangan koalisi Babel dan Medes. Dua kota utama itu jatuh pada tahun 614 dan 612. Pertahanan Assyria di Haran pun jatuh pada tahun 609. Oleh karena itu, kerajaan Assyria yang dahulunya jaya raya musnah.[14]
Sebelum Assyria jatuh, Yosia memanfaatkan kelemahan Assyria. Yosia tidak hanya mengembalikan kemerdekaan Yehuda tetapi merebut kembali beberapa wilayahnya yang telah hilang. Yosia seorang raja yang takut akan Tuhan dan mengarahkan kebijaksanaan negaranya untuk memberlakukan hokum-hukum Allah. Yosia juga mengarahkan reformasi agama secara nasional. Yosia melakukan hal seperti itu karena awalnya ia menemukan sebuah hukum Allah di gudang bait Allah.

Reformasi Yosia
Reformasi yang dilaksanakan oleh Yosia tersebut sangat luas dan lebih menyeluruh. Reformasinya masih lebih baik daripada reformasi yang dilakukan oleh kakeknya Yosia, Hizkia. Yosia bukan hanya sekedar membersihkan bait Allah dari penyembahan asing dan secara penuh mengembalikan penyembahan secara murni kepada Allah dalam reformasi agamanya itu. Melainkan reformasi tersebut mengadakan pembatasan, bahwa ibadah persembahan korban hanya harus dilakukan di satu tempat saja yaitu di bait Allah di Yerusalem. Semua tempat ibadah dan tempat persembahan korban selain bait Allah di Yerusalem, semuanya dihancurkan.
Oleh karena itu hanya satu tempat ibadah dan tempat persembahan korban yaitu bait Allah di Yerusalem. Kemudian kehidupan nasional bangsa Yehuda dubangun kembali dan disesuaikan dengan tradisi Israel kuno. Nabi Yeremia pun menganggap bahwa raja Yosia merupakan seorang raja yang melakukan keadilan dan kebenaran, serta mengadili perkara orang sengsara dan orang miskin dengan adil. Reformasi agama yang dilakukan oleh Yosia ternyata salah satu peristiwa keagamaan yang penting. Dasar-dasar yang dipakai dalam reformasi disimpan dan kemudian dikembangkan oleh kelompok Deuteronomis. 
Kelompok Deuteronomis adalah kelompok pemikir agama Israel yang muncul pada abad ke-8 SM dan selalu bekerja sampai dengan masa pembuangan Babil. Namun demikian keberhasilan reformasi tersebut hanya bergantung pada orang yang memimpinnya yaitu Yosiah sendiri. Oleh karena itu reformasi yang di lakukan oleh Yosia pun berhenti saat Yosia meninggal.[15]


[1]  Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, BPK Gunung Mulia, 2011, hlm. 149.
[2]  Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011, hlm. 150
[3]  Jhon Bright, History of Israel, The United of America: The Westminster Press, 1971, hlm. 226.
[4]  Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011, hlm. 150

[5] Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011, hlm. 150
[6] W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010,hlm. 391
[7]  W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010,hlm. 391
[8]  W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010,hlm. 391
[9]  Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011, hlm. 150
[10] W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 391
[11] Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011, hlm. 150
[12] W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010,hlm. 391
[13] Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011, hlm. 150
[14] Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011, hlm. 151.
[15] Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011, hlm. 151-152.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar